Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Ada beberapa pengertian monopoli yang diartikan beberapa Kalangan
Praktek-praktek monopoli di Indonesia sering tidak mendapatkan tempat perhatian dalam dunia penelitian. Namun demikian, oleh karena fasilitas-fasilitas tertentu dari pemerintah, maka kehadiran monopolis dapat memperkuat transfer pendapatan dari yang relatif lemah ke kelompok yang relatif lebih kuat, maka kehadiran monopolis dapat memperkuat transfer pendapatan akan tetapi walaupun monopolis mendapatkan keuntungan yang super normal namun kurang diimbangi dengan pembayaran pajak yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas.
PENDAHULUAN
Ada beberapa pengertian monopoli yang diartikan beberapa Kalangan
Black’s Law Dictionary mengartikan monopoli sebagai “a peveilege or peculiar advantage vested in one or more persons or companies, consisting in the exclusive right ( or power ) to carry on a particular article, or control yhe sale of whole supply of a particular commodity ” . (Henry Champbell Black,1990 : 696)
Secara etimologi, kata “monopoli” berasal dari kata Yunani ‘Monos’ yang berarti sendiri dan ‘Polein’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas memberi pengertian monoopli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu. (Arie Siswanto:2002)
Disamping istilah monopoli di USA sering digunakan kata “antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli .
Selain itu, Undang-Undang Anti monopoli juga memberikan arti kepada “persaingan usaha tidak sehat” sebagai suatu persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak jujur atau dengan cara melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Dengan demikian Undang-undang Anti Monopoli No 5 tahun 1999 dalam memberikan arti kepada posisi dominan atau perbuatan anti persaingan lainnya mencakup baik kompetisi yang interbrand, maupun kompetisi yang intraband. Yang dimaksud dengan kompetisi yang interbrand adalah kompetisi diantara produsen produk yang generiknya sama. Dilarang misalnya jika satu perusahaan menguasai 100 persen pasar televisi, atau yang disebut dengan istilah “monopoli”. Sedangkan yang dimaksud dengan kompetisi yang intraband adalah kompetisi diantar distributor atas produk dari produsen tertentu. (Munir Fuady 2003: 6)
Disamping itu, ada juga yang mengartikan kepada tindakan monopoli sebagai suatu keistimewaan atau keuntungan khusus yang diberikan kepada seseorang atau beberapa orang atau perusahaan, yang merupakan hak atau kekuasaan yang eksklusif untuk menjalankan bisnis atau mengontrol penjualan terhadap seluruh suplai barang tertentu .
Dalam hukum Inggris kuno, monopoli diartikan sebagai suatu izin atau keistimewaan yang dibenarkan oleh raja untuk membeli, menjual, membuat. Mengerjakan atau menggunakan apapun secara keseluruhan, dimana tindakan monopoli tersebut secara umum dapat mengekang kebebasan berproduksi atau trading. Atau monopoli dirumuskan juga sebagai suatu tindakan yang memiliki atau mengontrol bagian besar dari suplai di pasar atau output dari komoditi tertentu yang dapat mengekang kompetisi, membatasi kebebasan perdagangan, yang memberikan kepada pemonopoli kekuasaan pengontrolan terhadap harga.
Ada lagi yang mengartikan kepada tindakan monopoli (yang umum )sebagai suatu hak atau kekuasaan hanya untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas yang khusus, seperti membuat suatu produk tertentu, memberikan suatu jasa, dan sebagainya. Atau, suatu monopoli (dalam dunia usaha) diartikan sebagi pemilikan atau pengendalian persediaan atau pasaran untuk suatu produk atau jasa yang cukup banyak untuk mematahkan atau memusnahkan persaingan, untuk mengendalikan harga, atau dengan cara lain untuk membatasi perdagangan Struktur monopoli sering pula dibedakan atas monopoli alamiah dan non alamiah. Monopoli alamiah antara lain dalam memproduksi air minum, gas, listrik dan lainnya sedangkan monopoli non alamiah yang merupakan monopoli berasal dari struktur oligopoli yang kolusif sehingga mendapatkan tempat yang kurang baik , akan tetapi bukan berarti yang alamih juga dapat melepaskan diri dari citra yang kurang baik di pihak lain. (Nurimansyah Hasibuan .1993)
ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT MONOPOLI USAHA TIDAK SEHAT
Asami emogu
UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat mengatur kegiatan bisnis yang baik dalam arti tidak merugikan pelaku usaha lain. Monopoli tidak dilarang dalam ekonomi pasar, sejauh dapat mematuhi “rambu-rambu” atau aturan hukum persaingan yang sehat. Globalisasi ekonomi menyebabkan setiap negara di dunia harus “rela” membuka pasar domestik dari masuknya produk barang/jasa negara asing dalam perdagangan dan pasar bebas. Keadaan ini dapat mengancam ekonomi nasional dan pelanggaran usaha, apabila para pelaku usaha melakukan perbuatan tidak terpuji. Pengaturan hukum persaingan usaha atau bisnis melalui UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (LN 1999 No. 33, TLN No. 3817) diberlakukan secara efektif pada tanggal 5 Maret 2000 merubah kegiatan bisnis dari praktik monopoli yang terselubung, diam-diam dan terbuka masa orde baru menuju praktik bisnis yang sehat. Pemberlakuan UU No. 5 Tahun 1999 selama ini perlu dilakukan kaji ulang, guna mengetahui implikasi penerapan kompetisi yang “sehat” dan wajar di antara pengusaha atau pelaku usaha dalam sistem ekonomi (economic system) terhadap demokrasi ekonomi yang diamanatkan Pasal 33 UUD 1945.
UU No. 5 Tahun 1999 merupakan salah satu perangkat hukum untuk menunjang kegiatan bisnis yang sehat dalam upaya menghadapi sistem ekonomi pasar bebas dengan bergulirnya era globalisasi dunia dan demokrasi ekonomi yang diberlakukan di tanah air. Selain itu, undang-undang ini juga mengatur tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha yang dapat merugikan kegiatan ekonomi orang lain bahkan bagi bangsa dan negara ini dalam globalisasi ekonomi. Keberadaan undang-undang anti monopoli ini menjadi tolok ukur sejauh mana pemerintah mampu mengatur kegiatan bisnis yang sehat dan pengusaha mampu bersaing secara wajar dengan para pesaingnya.
Semua ini bertujuan untuk mendorong upaya efisiensi, investasi dan kemampuan adaptasi ekonomi bangsa dalam rangka menumbuhkembangkan potensi ekonomi rakyat, memperluas peluang usaha di dalam negeri (domestik) dan kemampuan bersaing dengan produk negara asing memasuki pasar tanah air yang terbuka dalam rangka perdagangan bebas (free trade).
Semua ini didasarkan pada pertimbangan setelah Indonesia menjadi anggota organisasi perdagangan dunia (WTO) dengan diratifikasi UU No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization pada tanggal 2 Nopember 1994 (LN Tahun 1994 No.95, TLN No. 3564).
Pada waktu bersamaan diharapkan pengusaha nasional mampu untuk bersaing dengan “sehat“ di pasar-pasar regional dan internasional pada iklim globalisasi ekonomi sebagai tata ekonomi dunia baru. Pengaturan persaingan bisnis juga bertujuan untuk menjamin usaha mikro dan usaha kecil mempunyai kesempatan yang sama dengan usaha menengah dan usaha besar atau konglomerasi dalam perkembangan ekonomi bangsa.
Pengaturan ini melindungi konsumen dengan harga yang bersaing dan produk alternatif dengan mutu tinggi mengingat pengaturan tersebut mencakup pada bidang manufaktur, produksi, transportasi, penawaran, penyimpanan barang dan pemberian jasa-jasa. Persaingan usaha dapat terjadi dalam negosiasi perdagangan, aturan liberalisasi pasar dan inisiatif penanaman modal asing yang berpindah-pindah dikaitkan kebijakan pemerintah di dalam negeri untuk memenangkan persaingan bagi pengusaha nasional di pasar regional dan internasional.
Persaingan yang sehat di pasar dalam negeri merupakan bagian penting “public policy” pada pembangunan ekonomi yang dinyatakan TAP MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 – 2004 dan TAP MPR RI No. II/MPR/2002 tentang Rekomendasi Kebijakan untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional yang menegaskan “mengoptimalkan peranan pemerintah dalam mengoreksi ketidaksempurnaan pasar dengan menghilangkan seluruh hambatan mengganggu mekanisme pasar melalui regulasi, layanan publik, subsidi dan insentif yang dilakukan secara transparan dan diatur dengan undang-undang”.
Semua ini bertujuan untuk menumbuhkembangkan kapasitas pengusaha nasional yang andal dan kuat bersaing di pasar regional dan internasional. Selain itu, kebijakan ekonomi pemerintah mampu meyakinkan para investor asing dan ekportir luar negeri mendapat kesempatan yang sama untuk bersaing di pasar dalam negeri dengan pengusaha lokal/nasional dalam mekanisme pasar yang sehat. Tujuan kebijakan persaingan usaha adalah menumbuhkan dan melindungi para pengusaha melakukan “persaingan sehat” yang dapat dilaksanakan dalam kegiatan ekonomi. Persaingan antar perusahaan adalah pembeli dan penjual memiliki pilihan yang luas kepada siapa untuk berhubungan dagang. Tujuan lain mengurangi atau melarang terjadi konsentrasi kekuatan ekonomi pada pelaku ekonomi tertentu. Ekonomi pasar yang bersaing tidak terjadi dengan sendirinya.
Kompetisi yang sehat dalam kegiatan ekonomi negara harus diikuti kebijakan liberalisasi, deregulasi dan privatisasi badan usaha yang tidak sehat atau failit (bangkrut). Upaya ini dilakukan untuk mengantisipasi pasar bebas agar kebijakan publik di bidang ekonomi yang merugikan kegiatan bisnis dapat dihilangkan. Akibat persaingan usaha, pengusaha dalam kegiatan bisnis melakukan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat bahkan melampaui batas-batas negara dengan melanggar perdagangan dunia. Pada era globalisasi ekonomi, kesepakatan bisnis mengubah bentuk perdagangan dunia dalam waktu singkat menjadi perkampungan global (global village). Kesepakatan ini merugikan kepentingan negara-negara berkembang dan negara-negara miskin yang tidak siap menghadapi perubahan ekonomi dunia pasca dibentuknya WTO.
Globalisasi adalah upaya menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi persaingan usaha dalam dua hal. Pertama, perdagangan antar negara menumbuhkan investasi dan produksi melewati batas-batas negara. Kegiatan yang berimplikasi persaingan, seperti praktik cross border pricing, hambatan masuk (barrier entry) dan pengambilalihan usaha dalam ekonomi baru bertambah. Kedua, pemerintah negara-negara berkembang khawatir terhadap kemampuan pengusaha nasional sehingga berusaha menciptakan lingkungan usaha yang sehat dan memungkinkan produk domestik oleh pengusaha mampu bersaing dengan manufaktur barang impor di dalam negeri dan sebagai eksportir masuk ke pasar luar negeri dalam rangka perdagangan dan pasar bebas.
Kebijakan persaingan usaha bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu dalam kegiatan bisnis. Akan tetapi kebijakan ini berlawanan dengan kepentingan dunia usaha memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, karena kebijakan persaingan usaha yaitu menambah kesejahteraan atau kepuasan konsumen dengan menyediakan pilihan produk baru dan menciptakan harga bersaing di antara produk tersedia untuk kebutuhan barang konsumsi sehari-hari. Selain itu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi domestik dan memperbaiki alokasi efisiensi dalam kaitan sumber alam yang terbatas, memperbaiki kemampuan domestik untuk berpartisipasi pada pasar global, dan mendorong kesempatan sama ‘dunia usaha’ melalui kegiatan ekonomi yang sehat.
B. LARANGAN MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Percaturan dunia usaha yang semakin kompetitif dan komparatif dalam menggaet konsumen sebanyak-banyaknya dan memperluas pemasaran tidak dapat dielakkan lagi. Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dapat terjadi yang dilakukan oleh para pelaku bisnis dalam upaya penguasaan pasar seluas-luasnya, baik di dalam maupun luar negeri. Perilaku usaha tidak sehat ini merugikan menciptakan pasar yang sehat dan adil. Pada era Orde Baru di Indonesia, contohnya, monopoli yang dilakukan oleh Liem Sie Liong terhadap komoditi terigu, makanan fast food, semen dan kertas berjalan mulus karena taipan ini dekat dengan pusat kekuasaan, yaitu RI 1 alias Presiden Soeharto. Begitu juga halnya “Keluarga Cendana” yang menguasai tata niaga cengkeh, jeruk, bioskop dan jalan tol tidak dapat dihindarkan dengan kebijakan ekonomi pemerintah Orde Baru beraroma korupsi, kolusi dan nepotisme cenderung menguntungkan segelintir orang melalui ekonomi “terpusat”, yakni di tangan presiden. Praktek ketatanegaraan Indonesia saat itu menempatkan bahwa presiden tidak hanya sebagai penguasa di bidang politik dan hukum akan tetapi juga sebagai penguasa ekonomi.
Di Amerika Serikat sebagai negara demokrasi dan kapitalis ternyata praktek monopoli juga ada. Bill Gate dengan bendera bisnis, Microsoft memonopoli pangsa pasar penjualan software atau perangkat lunak komputer yang menimbulkan protes keras dari saingan bisnisnya, karena berlawanan dengan sistem ekonomi kapitalis Amerika Serikat yang membuka kebebasan usaha sebesar-besarnya bagi para pengusaha.
Selama ini di dunia, dikenal tiga bentuk sistem ekonomi yang dipakai oleh setiap negara dalam kegiatan ekonomi nasionalnya. Pertama, sistem ekonomi kapitalis (capital economy system), yakni sumber daya ekonomi dialokasikan melalui mekanisme pasar. Kedua, ekonomi yang direncanakan secara terpusat (centrally planned economy) di mana sumber daya ekonomi dialokasikan oleh pemerintah yang berkuasa. Ketiga, sistem ekonomi campuran (mixed economy system) di mana sumber daya ekonomi dialokasikan, baik oleh pasar maupun pemerintah secara bersama-sama.
Praktek penguasaan bisnis berupa monopoli (monopoly) dan persaingan usaha tidak sehat (unfair competition) yang sangat menonjol biasanya terdapat dalam sistem ekonomi kapitalis dibandingkan pada sistem ekonomi yang direncanakan secara terpusat dan sistem ekonomi campuran. Sebab pada kedua sistem ekonomi terakhir ini, kontrol pemerintah terhadap kegiatan ekonomi relatif kuat dalam perdagangan dengan adanya regulasi dan kebijaksanaan ekonomi pemerintah yang cukup ketat. Sebaliknya, sistem ekonomi kapitalis dalam masyarakat liberal biasanya kontrol pihak pemerintah terhadap kegiatan ekonomi relatif lebih longgar, karena adanya mekanisme pasar yang memberi kebebasan seluasnya kepada produsen dan konsumen untuk menentukan harga.
Monopoli yang tidak terkontrol dalam sistem ekonomi ini melahirkan monopoli pasar melalui cara praktik kartel, diskriminasi harga, pembagian pasar dan sebagainya.
Bahaya monopoli masyarakat Barat diungkapkan, “that the monopolist stops expanding output at the point where his marginal revenue and marginal cost cuves intersect”. Monopoli ekonomi demikian tidak sehat, karena dapat mengurangi persaingan dalam kegiatan industri dan menghambat para pelaku ekonomi lainnya untuk memasuki bidang usaha tersebut. Merugikan kegiatan ekonomi atau bisnis adalah tiada persaingan usaha memungkinkan suatu perusahaan menaikkan harga semaunya di atas tingkat harga wajar, karena tidak ada produk alternatif untuk dipilih konsumen. Selain itu tidak mendorong perusahaan mencari penemuan baru, mengurangi atau menetapkan ongkos produksi yang rendah untuk barang/jasa atau memperbaiki teknologi produksi dalam persaingan dengan produk negara lain di pasar internasional dengan berlaku era globalisasi yang melibatkan “recognizing the particular genius of employee” perusahaan beroperasi di dunia tanpa melihat siapa orang atau kewarganegaraan. Keunggulan produk barang/jasa perusahaan menentukan dalam persaingan usaha antar negara dalam globalisasi ekonomi.
Penghargaan didasarkan atas karya atau produk yang hebat serta usaha untuk menciptakan kemajuan perusahaan tanpa batas dalam menghadapi persaingan bisnis.
Anthony Giddens menamakan era globalisasi ini sebagai runaway world atau dunia yang tidak terkendalikan akibat dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Keadaan ini diramalkan semakin tidak terkendali dalam kegiatan ekonomi, terutama saat berlakunya Asean Free Trade Agreement (AFTA) tahun 2003, Asia Pacific Economic Co-operation (APEC) tahun 2010 dan World Free Trade tahun 2020 apabila praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat pemerintah tidak mengaturnya dengan baik.
Persaingan pasar berjalan dengan baik apabila tidak ada tindakan diskriminatif atau restriktif oleh suatu negara terhadap produk negara lain. Tindakan diskriminatif dan restriktif dapat menimbulkan distorsi pasar bagi produsen negara-negara maju di pasar negara berkembang. Kebijakan ekonomi negara-negara berkembang dan miskin tentu ingin menyelamatkan produk dalam negeri yang berlawanan dengan perdagangan bebas, karena pengusha negara berkembang belum siap menghadapi persaingan pasar bebas dengan meningkatnya serbuan produk barang/jasa dari negara-negara maju.
Selama ini dalam sistem ekonomi kapitalis terdapat beberapa bentuk perbuatan monopoli yang dilarang undang-undang anti monopoli.
Pertama, horizontal merger. Tindakan ini dilakukan antara dua perusahaan besar dengan merger (penggabungan usaha) untuk menguasai pasar. Semula kedua perusahaan besar bersaing merebut pasar. Hasil merger menghapuskan persaingan.
Kedua, joint monopolization. Monopoli ini tidak dilakukan oleh satu perusahaan. Dua atau lebih perusahaan dapat bekerja sama dengan kekuatan mampu menciptakan monopoli. Misalnya tiga perusahaan sendiri-sendiri tidak mampu melakukan monopoli. Merger ketiga perusahaan menimbulkan praktik monopoli dalam kegiatan bisnis.
Ketiga, predatory. Tindakan dalam kegiatan bisnis yang membuat pelaku ekonomi baru tidak dapat memasuki pasar dengan bebas atau menimbulkan kerugian kepadanya, sehingga ia tidak dapat bersaing dengan baik.
Keempat, price discrimination (diskriminasi harga). Pelaku monopoli memiliki kekuasaan dengan intensif untuk melakukan diskriminasi harga. Melalui berbagai cara, pelaku monopoli bisa memisah-misahkan pembeli dalam kelas yang belainan dan menetapkan harga dengan ongkos yang lebih besar kepada pihak yang satu daripada pihak yang lain. Para pelaku monopoli dapat melakukannya secara terbuka, misalnya dengan menawarkan harga yang relatif lebih rendah kepada anak-anak muda, pensiunan, mahasiswa, pegawai pemerintah atau menjual produk yang sama dengan merek berlainan atau model biasa dan model luks. Diskriminasi harga dapat dilakukan secara rahasia dengan menawarkan diskon lebih besar dari ongkos atau harga jual dapat dihemat para pembeli besar sebagai hasil dari jumlah penjualan. Diskriminasi harga itu bertujuan untuk memaksimalkan atas benefits (keuntungan) pengusaha atau mematikan produsen lain yang potensial menyaingi kegiatan usahanya.
Di Amerika Serikat, misalnya Undang-undang Anti Monopoli telah ada pada tahun 1890 dengan lahirnya The Sherman Antitrust Act. Undang-undang ini melarang setiap bentuk praktek monopoli atas suatu produk atau pemasaran barang dan atau jasa yang menghambat perdagangan (barrier trade) dalam kegiatan bisnis dan melindungi usaha kecil yang lemah.
Isi penting dari larangan monopoli The Sherman Act antara lain memuat masalah monopoli sebagai berikut : Section 1 : ”Every contract, combination in the form of trust or otherwise, or conspiracy, in restraint of trade or commerce among the several states, or with foreign nations, is declared to be illegal …”. Section 2 : “Every person who shall monopolize, or attempt to monopolize, or combine or conspire with any other person or persons, to monopolize any part of the trade or commerce among the several states, or with foreign nations, shall be deemed guilty of a felony …”.
Larangan praktek monopoli dalam The Sherman Act ditekankan pada penguasaan produksi dan pemasaran atas barang/jasa satu pelaku atau kelompok pelaku usaha dengan unsur larangan monopoli ini, yakni ”possesion of monopoly power in relevant market; willfull acquisition or maintenance of that power”. Artinya, kekuasaan atas monopoli merupakan hal yang penting dalam pemasaran, karena keinginan pengambilalihan atau menjaga agar kekuasaan tersebut tetap ada agar tidak ada persaingan pihak lain.
Untuk memperoleh kekuatan pasar, maka pengusaha kuat melakukan tindakan dengan menciptakan hambatan dalam perdagangan, menaikkan harga dan membatasi produk barang/jasa guna mendorong terjadi inefisiensi sehingga tindakan demikian dalam persaingan usaha yang sehat perlu dilakukan delegalisasi. Tiada persaingan perusahaan dari lain merupakan keinginan atau tujuan utama pengusaha memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Keadaan ini menyebabkan konsumen dianggap sebagai “sapi perahan” dan bukan “raja” dalam kegiatan ekonomi. Artinya, hak konsumen untuk memperoleh harga wajar dan barang atau jasa yang baik diabaikan pengusaha yang ingin mengeruk keuntungan bisnis dalam waktu singkat. Tidak jarang pengusaha mempengaruhi tingkat penawaran meraih keuntungan berlipat ganda tanpa mempedulikan tingkat kemampuan ekonomi dari konsumen yang lemah untuk memperoleh barang/jasa. Sikap monopoli para pengusaha ini didasarkan pada akses kondisi dari competititve viability.
Di dalam perkembangan dunia usaha di Amerika Serikat selanjutnya, maka para pengusaha mempunyai berbagai cara untuk menghindarkan dikenakan The Sherman Act dalam kegiatan usaha untuk memonopoli pasar. Ulah pemilik usaha ini ternyata sangat merugikan kepentingan masyarakat. Kemudian The Clayton Act lahir tahun 1914 sebagai penyempurnaan The Sherman Act mengatasi usaha mengarah kepada praktek monopoli.
The Clayton Act memuat empat praktek illegal namun bukan dianggap melanggar hukum, yakni
(1) price discrimination atau larangan diskriminasi harga,
(2) tying and exclusive dealing contracts atau penjualan barang membuat pihak pembeli tidak dapat saling berhubungan dengan perusahaan yang lain,
(3) corporate mergers atau penggabungan perusahaan yang dapat menimbulkan monopoli, dan
(4) interlocking directorates atau menduduki jabatan dari dua perusahaan yang bersaing.
Praktek monopoli dalam kegiatan bisnis sebenarnya tidak dilarang selama posisi pasar yang bersifat monopolistik dalam suatu mekanisme pasar yang sehat diperoleh dan dipertahankan melalui kemampuan, prediksi atau kejelian bisnis yang tinggi serta tidak merugikan pihak-pihak lain sebagai sesama pelaku ekonomi.
Suatu perusahaan yang mampu melakukan inovasi dengan adanya penemuan baru, maka perusahaan tersebut mempunyai posisi dominan atau monopoli atas produk barang tersebut. Monopoli atas penemuan baru itu diperoleh suatu korporasi (perusahaan) berdasarkan pada ketentuan hukum yang mengatur tentang hak atas kekayaan intelektual (HKI).
Adanya “payung hukum” demikian, monopoli mempunyai “kekuatan hukum” asalkan dalam batas-batas tertentu yang tidak merugikan bagi kepentingan pihak lain dalam kegiatan bisnis. Demikian juga kalau terjadi suatu perusahaan yang tumbuh secara cepat dengan menawarkan kombinasi antara kualitas barang dan jasa dengan harga yang diinginkan oleh konsumen, pangsa pasarnya tumbuh dengan cepat, kemudian dapat dikatakan perusahaan tersebut telah meningkatkan kesejahteraan ekonomi, baik di pihak produsen maupun pihak konsumen. Tindakan monopoli dalam batas-batas tertentu ini masih dapat ditolerir dalam aturan hukum, terutama karena dianggap tidak merugikan kepentingan konsumen untuk memperoleh barang/jasa.
KESIMPULAN
Praktik monopoli yang dilarang oleh undang-undang anti monopoli adalah monopoli yang menyebabkan terjadinya penentuan pasar, pembagian pasar dan konsentrasi pasar. Sistem ekonomi pasar adalah cara terbaik guna menghindarkan praktek monopoli, karena dalam pasar itulah terjadi persaingan sehat di antara para pelaku usaha sehingga keluar sebagai “pemenang” adalah pihak yang benar-benar terbaik, paling kuat dan paling sehat (survival of the fittest). Pasar bebas dianggap paling mendekati keadaan atau sifat alam yang bebas dan sehat dalam persaingan usaha sehingga gangguan dalam bentuk campur tangan dari pemerintah menghambat seleksi alamiah yang sehat. Pada era globalisasi ekonomi, keberadaan perdagangan dan pasar bebas ini tidak dapat dihindarkan dalam persaingan usaha. Kesiapan pengusaha menyambut pasar bebas diperlukan agar produk pengusaha nasional tidak kalah bersaing merebut konsumen dari negara industri lain karena mengutamakan keunggulan kualitas produk barang/jasa yang dimiliki untuk bersaing dengan suasana pasar yang betul-betul sehat. Pasar bebas adalah suatu mekanisme dalam kegiatan ekonomi yang terinci dan terkoordinasi di bawah sadar manusia dan sektor usaha melalui sistem harga dan pasar. Mekanisme ini merupakan alat komunikasi untuk menghimpun pengetahuan dan tindakan jutaan orang yang berlainan kepentingan dan tersebar di mana-mana dalam memilih suatu produk barang dan atau jasa yang diinginkannya. Tidak ada seorang pun dengan sengaja dapat merancang pasar, namun pasar tetap dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan mekanisme yang ada.
Secara etimologi, kata “monopoli” berasal dari kata Yunani ‘Monos’ yang berarti sendiri dan ‘Polein’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas memberi pengertian monoopli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu. (Arie Siswanto:2002)
Disamping istilah monopoli di USA sering digunakan kata “antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli .
Selain itu, Undang-Undang Anti monopoli juga memberikan arti kepada “persaingan usaha tidak sehat” sebagai suatu persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak jujur atau dengan cara melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Dengan demikian Undang-undang Anti Monopoli No 5 tahun 1999 dalam memberikan arti kepada posisi dominan atau perbuatan anti persaingan lainnya mencakup baik kompetisi yang interbrand, maupun kompetisi yang intraband. Yang dimaksud dengan kompetisi yang interbrand adalah kompetisi diantara produsen produk yang generiknya sama. Dilarang misalnya jika satu perusahaan menguasai 100 persen pasar televisi, atau yang disebut dengan istilah “monopoli”. Sedangkan yang dimaksud dengan kompetisi yang intraband adalah kompetisi diantar distributor atas produk dari produsen tertentu. (Munir Fuady 2003: 6)
Disamping itu, ada juga yang mengartikan kepada tindakan monopoli sebagai suatu keistimewaan atau keuntungan khusus yang diberikan kepada seseorang atau beberapa orang atau perusahaan, yang merupakan hak atau kekuasaan yang eksklusif untuk menjalankan bisnis atau mengontrol penjualan terhadap seluruh suplai barang tertentu .
Dalam hukum Inggris kuno, monopoli diartikan sebagai suatu izin atau keistimewaan yang dibenarkan oleh raja untuk membeli, menjual, membuat. Mengerjakan atau menggunakan apapun secara keseluruhan, dimana tindakan monopoli tersebut secara umum dapat mengekang kebebasan berproduksi atau trading. Atau monopoli dirumuskan juga sebagai suatu tindakan yang memiliki atau mengontrol bagian besar dari suplai di pasar atau output dari komoditi tertentu yang dapat mengekang kompetisi, membatasi kebebasan perdagangan, yang memberikan kepada pemonopoli kekuasaan pengontrolan terhadap harga.
Ada lagi yang mengartikan kepada tindakan monopoli (yang umum )sebagai suatu hak atau kekuasaan hanya untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas yang khusus, seperti membuat suatu produk tertentu, memberikan suatu jasa, dan sebagainya. Atau, suatu monopoli (dalam dunia usaha) diartikan sebagi pemilikan atau pengendalian persediaan atau pasaran untuk suatu produk atau jasa yang cukup banyak untuk mematahkan atau memusnahkan persaingan, untuk mengendalikan harga, atau dengan cara lain untuk membatasi perdagangan Struktur monopoli sering pula dibedakan atas monopoli alamiah dan non alamiah. Monopoli alamiah antara lain dalam memproduksi air minum, gas, listrik dan lainnya sedangkan monopoli non alamiah yang merupakan monopoli berasal dari struktur oligopoli yang kolusif sehingga mendapatkan tempat yang kurang baik , akan tetapi bukan berarti yang alamih juga dapat melepaskan diri dari citra yang kurang baik di pihak lain. (Nurimansyah Hasibuan .1993)
ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT MONOPOLI USAHA TIDAK SEHAT
Asami emogu
UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat mengatur kegiatan bisnis yang baik dalam arti tidak merugikan pelaku usaha lain. Monopoli tidak dilarang dalam ekonomi pasar, sejauh dapat mematuhi “rambu-rambu” atau aturan hukum persaingan yang sehat. Globalisasi ekonomi menyebabkan setiap negara di dunia harus “rela” membuka pasar domestik dari masuknya produk barang/jasa negara asing dalam perdagangan dan pasar bebas. Keadaan ini dapat mengancam ekonomi nasional dan pelanggaran usaha, apabila para pelaku usaha melakukan perbuatan tidak terpuji. Pengaturan hukum persaingan usaha atau bisnis melalui UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (LN 1999 No. 33, TLN No. 3817) diberlakukan secara efektif pada tanggal 5 Maret 2000 merubah kegiatan bisnis dari praktik monopoli yang terselubung, diam-diam dan terbuka masa orde baru menuju praktik bisnis yang sehat. Pemberlakuan UU No. 5 Tahun 1999 selama ini perlu dilakukan kaji ulang, guna mengetahui implikasi penerapan kompetisi yang “sehat” dan wajar di antara pengusaha atau pelaku usaha dalam sistem ekonomi (economic system) terhadap demokrasi ekonomi yang diamanatkan Pasal 33 UUD 1945.
UU No. 5 Tahun 1999 merupakan salah satu perangkat hukum untuk menunjang kegiatan bisnis yang sehat dalam upaya menghadapi sistem ekonomi pasar bebas dengan bergulirnya era globalisasi dunia dan demokrasi ekonomi yang diberlakukan di tanah air. Selain itu, undang-undang ini juga mengatur tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha yang dapat merugikan kegiatan ekonomi orang lain bahkan bagi bangsa dan negara ini dalam globalisasi ekonomi. Keberadaan undang-undang anti monopoli ini menjadi tolok ukur sejauh mana pemerintah mampu mengatur kegiatan bisnis yang sehat dan pengusaha mampu bersaing secara wajar dengan para pesaingnya.
Semua ini bertujuan untuk mendorong upaya efisiensi, investasi dan kemampuan adaptasi ekonomi bangsa dalam rangka menumbuhkembangkan potensi ekonomi rakyat, memperluas peluang usaha di dalam negeri (domestik) dan kemampuan bersaing dengan produk negara asing memasuki pasar tanah air yang terbuka dalam rangka perdagangan bebas (free trade).
Semua ini didasarkan pada pertimbangan setelah Indonesia menjadi anggota organisasi perdagangan dunia (WTO) dengan diratifikasi UU No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization pada tanggal 2 Nopember 1994 (LN Tahun 1994 No.95, TLN No. 3564).
Pada waktu bersamaan diharapkan pengusaha nasional mampu untuk bersaing dengan “sehat“ di pasar-pasar regional dan internasional pada iklim globalisasi ekonomi sebagai tata ekonomi dunia baru. Pengaturan persaingan bisnis juga bertujuan untuk menjamin usaha mikro dan usaha kecil mempunyai kesempatan yang sama dengan usaha menengah dan usaha besar atau konglomerasi dalam perkembangan ekonomi bangsa.
Pengaturan ini melindungi konsumen dengan harga yang bersaing dan produk alternatif dengan mutu tinggi mengingat pengaturan tersebut mencakup pada bidang manufaktur, produksi, transportasi, penawaran, penyimpanan barang dan pemberian jasa-jasa. Persaingan usaha dapat terjadi dalam negosiasi perdagangan, aturan liberalisasi pasar dan inisiatif penanaman modal asing yang berpindah-pindah dikaitkan kebijakan pemerintah di dalam negeri untuk memenangkan persaingan bagi pengusaha nasional di pasar regional dan internasional.
Persaingan yang sehat di pasar dalam negeri merupakan bagian penting “public policy” pada pembangunan ekonomi yang dinyatakan TAP MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 – 2004 dan TAP MPR RI No. II/MPR/2002 tentang Rekomendasi Kebijakan untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional yang menegaskan “mengoptimalkan peranan pemerintah dalam mengoreksi ketidaksempurnaan pasar dengan menghilangkan seluruh hambatan mengganggu mekanisme pasar melalui regulasi, layanan publik, subsidi dan insentif yang dilakukan secara transparan dan diatur dengan undang-undang”.
Semua ini bertujuan untuk menumbuhkembangkan kapasitas pengusaha nasional yang andal dan kuat bersaing di pasar regional dan internasional. Selain itu, kebijakan ekonomi pemerintah mampu meyakinkan para investor asing dan ekportir luar negeri mendapat kesempatan yang sama untuk bersaing di pasar dalam negeri dengan pengusaha lokal/nasional dalam mekanisme pasar yang sehat. Tujuan kebijakan persaingan usaha adalah menumbuhkan dan melindungi para pengusaha melakukan “persaingan sehat” yang dapat dilaksanakan dalam kegiatan ekonomi. Persaingan antar perusahaan adalah pembeli dan penjual memiliki pilihan yang luas kepada siapa untuk berhubungan dagang. Tujuan lain mengurangi atau melarang terjadi konsentrasi kekuatan ekonomi pada pelaku ekonomi tertentu. Ekonomi pasar yang bersaing tidak terjadi dengan sendirinya.
Kompetisi yang sehat dalam kegiatan ekonomi negara harus diikuti kebijakan liberalisasi, deregulasi dan privatisasi badan usaha yang tidak sehat atau failit (bangkrut). Upaya ini dilakukan untuk mengantisipasi pasar bebas agar kebijakan publik di bidang ekonomi yang merugikan kegiatan bisnis dapat dihilangkan. Akibat persaingan usaha, pengusaha dalam kegiatan bisnis melakukan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat bahkan melampaui batas-batas negara dengan melanggar perdagangan dunia. Pada era globalisasi ekonomi, kesepakatan bisnis mengubah bentuk perdagangan dunia dalam waktu singkat menjadi perkampungan global (global village). Kesepakatan ini merugikan kepentingan negara-negara berkembang dan negara-negara miskin yang tidak siap menghadapi perubahan ekonomi dunia pasca dibentuknya WTO.
Globalisasi adalah upaya menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi persaingan usaha dalam dua hal. Pertama, perdagangan antar negara menumbuhkan investasi dan produksi melewati batas-batas negara. Kegiatan yang berimplikasi persaingan, seperti praktik cross border pricing, hambatan masuk (barrier entry) dan pengambilalihan usaha dalam ekonomi baru bertambah. Kedua, pemerintah negara-negara berkembang khawatir terhadap kemampuan pengusaha nasional sehingga berusaha menciptakan lingkungan usaha yang sehat dan memungkinkan produk domestik oleh pengusaha mampu bersaing dengan manufaktur barang impor di dalam negeri dan sebagai eksportir masuk ke pasar luar negeri dalam rangka perdagangan dan pasar bebas.
Kebijakan persaingan usaha bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu dalam kegiatan bisnis. Akan tetapi kebijakan ini berlawanan dengan kepentingan dunia usaha memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, karena kebijakan persaingan usaha yaitu menambah kesejahteraan atau kepuasan konsumen dengan menyediakan pilihan produk baru dan menciptakan harga bersaing di antara produk tersedia untuk kebutuhan barang konsumsi sehari-hari. Selain itu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi domestik dan memperbaiki alokasi efisiensi dalam kaitan sumber alam yang terbatas, memperbaiki kemampuan domestik untuk berpartisipasi pada pasar global, dan mendorong kesempatan sama ‘dunia usaha’ melalui kegiatan ekonomi yang sehat.
B. LARANGAN MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Percaturan dunia usaha yang semakin kompetitif dan komparatif dalam menggaet konsumen sebanyak-banyaknya dan memperluas pemasaran tidak dapat dielakkan lagi. Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dapat terjadi yang dilakukan oleh para pelaku bisnis dalam upaya penguasaan pasar seluas-luasnya, baik di dalam maupun luar negeri. Perilaku usaha tidak sehat ini merugikan menciptakan pasar yang sehat dan adil. Pada era Orde Baru di Indonesia, contohnya, monopoli yang dilakukan oleh Liem Sie Liong terhadap komoditi terigu, makanan fast food, semen dan kertas berjalan mulus karena taipan ini dekat dengan pusat kekuasaan, yaitu RI 1 alias Presiden Soeharto. Begitu juga halnya “Keluarga Cendana” yang menguasai tata niaga cengkeh, jeruk, bioskop dan jalan tol tidak dapat dihindarkan dengan kebijakan ekonomi pemerintah Orde Baru beraroma korupsi, kolusi dan nepotisme cenderung menguntungkan segelintir orang melalui ekonomi “terpusat”, yakni di tangan presiden. Praktek ketatanegaraan Indonesia saat itu menempatkan bahwa presiden tidak hanya sebagai penguasa di bidang politik dan hukum akan tetapi juga sebagai penguasa ekonomi.
Di Amerika Serikat sebagai negara demokrasi dan kapitalis ternyata praktek monopoli juga ada. Bill Gate dengan bendera bisnis, Microsoft memonopoli pangsa pasar penjualan software atau perangkat lunak komputer yang menimbulkan protes keras dari saingan bisnisnya, karena berlawanan dengan sistem ekonomi kapitalis Amerika Serikat yang membuka kebebasan usaha sebesar-besarnya bagi para pengusaha.
Selama ini di dunia, dikenal tiga bentuk sistem ekonomi yang dipakai oleh setiap negara dalam kegiatan ekonomi nasionalnya. Pertama, sistem ekonomi kapitalis (capital economy system), yakni sumber daya ekonomi dialokasikan melalui mekanisme pasar. Kedua, ekonomi yang direncanakan secara terpusat (centrally planned economy) di mana sumber daya ekonomi dialokasikan oleh pemerintah yang berkuasa. Ketiga, sistem ekonomi campuran (mixed economy system) di mana sumber daya ekonomi dialokasikan, baik oleh pasar maupun pemerintah secara bersama-sama.
Praktek penguasaan bisnis berupa monopoli (monopoly) dan persaingan usaha tidak sehat (unfair competition) yang sangat menonjol biasanya terdapat dalam sistem ekonomi kapitalis dibandingkan pada sistem ekonomi yang direncanakan secara terpusat dan sistem ekonomi campuran. Sebab pada kedua sistem ekonomi terakhir ini, kontrol pemerintah terhadap kegiatan ekonomi relatif kuat dalam perdagangan dengan adanya regulasi dan kebijaksanaan ekonomi pemerintah yang cukup ketat. Sebaliknya, sistem ekonomi kapitalis dalam masyarakat liberal biasanya kontrol pihak pemerintah terhadap kegiatan ekonomi relatif lebih longgar, karena adanya mekanisme pasar yang memberi kebebasan seluasnya kepada produsen dan konsumen untuk menentukan harga.
Monopoli yang tidak terkontrol dalam sistem ekonomi ini melahirkan monopoli pasar melalui cara praktik kartel, diskriminasi harga, pembagian pasar dan sebagainya.
Bahaya monopoli masyarakat Barat diungkapkan, “that the monopolist stops expanding output at the point where his marginal revenue and marginal cost cuves intersect”. Monopoli ekonomi demikian tidak sehat, karena dapat mengurangi persaingan dalam kegiatan industri dan menghambat para pelaku ekonomi lainnya untuk memasuki bidang usaha tersebut. Merugikan kegiatan ekonomi atau bisnis adalah tiada persaingan usaha memungkinkan suatu perusahaan menaikkan harga semaunya di atas tingkat harga wajar, karena tidak ada produk alternatif untuk dipilih konsumen. Selain itu tidak mendorong perusahaan mencari penemuan baru, mengurangi atau menetapkan ongkos produksi yang rendah untuk barang/jasa atau memperbaiki teknologi produksi dalam persaingan dengan produk negara lain di pasar internasional dengan berlaku era globalisasi yang melibatkan “recognizing the particular genius of employee” perusahaan beroperasi di dunia tanpa melihat siapa orang atau kewarganegaraan. Keunggulan produk barang/jasa perusahaan menentukan dalam persaingan usaha antar negara dalam globalisasi ekonomi.
Penghargaan didasarkan atas karya atau produk yang hebat serta usaha untuk menciptakan kemajuan perusahaan tanpa batas dalam menghadapi persaingan bisnis.
Anthony Giddens menamakan era globalisasi ini sebagai runaway world atau dunia yang tidak terkendalikan akibat dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Keadaan ini diramalkan semakin tidak terkendali dalam kegiatan ekonomi, terutama saat berlakunya Asean Free Trade Agreement (AFTA) tahun 2003, Asia Pacific Economic Co-operation (APEC) tahun 2010 dan World Free Trade tahun 2020 apabila praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat pemerintah tidak mengaturnya dengan baik.
Persaingan pasar berjalan dengan baik apabila tidak ada tindakan diskriminatif atau restriktif oleh suatu negara terhadap produk negara lain. Tindakan diskriminatif dan restriktif dapat menimbulkan distorsi pasar bagi produsen negara-negara maju di pasar negara berkembang. Kebijakan ekonomi negara-negara berkembang dan miskin tentu ingin menyelamatkan produk dalam negeri yang berlawanan dengan perdagangan bebas, karena pengusha negara berkembang belum siap menghadapi persaingan pasar bebas dengan meningkatnya serbuan produk barang/jasa dari negara-negara maju.
Selama ini dalam sistem ekonomi kapitalis terdapat beberapa bentuk perbuatan monopoli yang dilarang undang-undang anti monopoli.
Pertama, horizontal merger. Tindakan ini dilakukan antara dua perusahaan besar dengan merger (penggabungan usaha) untuk menguasai pasar. Semula kedua perusahaan besar bersaing merebut pasar. Hasil merger menghapuskan persaingan.
Kedua, joint monopolization. Monopoli ini tidak dilakukan oleh satu perusahaan. Dua atau lebih perusahaan dapat bekerja sama dengan kekuatan mampu menciptakan monopoli. Misalnya tiga perusahaan sendiri-sendiri tidak mampu melakukan monopoli. Merger ketiga perusahaan menimbulkan praktik monopoli dalam kegiatan bisnis.
Ketiga, predatory. Tindakan dalam kegiatan bisnis yang membuat pelaku ekonomi baru tidak dapat memasuki pasar dengan bebas atau menimbulkan kerugian kepadanya, sehingga ia tidak dapat bersaing dengan baik.
Keempat, price discrimination (diskriminasi harga). Pelaku monopoli memiliki kekuasaan dengan intensif untuk melakukan diskriminasi harga. Melalui berbagai cara, pelaku monopoli bisa memisah-misahkan pembeli dalam kelas yang belainan dan menetapkan harga dengan ongkos yang lebih besar kepada pihak yang satu daripada pihak yang lain. Para pelaku monopoli dapat melakukannya secara terbuka, misalnya dengan menawarkan harga yang relatif lebih rendah kepada anak-anak muda, pensiunan, mahasiswa, pegawai pemerintah atau menjual produk yang sama dengan merek berlainan atau model biasa dan model luks. Diskriminasi harga dapat dilakukan secara rahasia dengan menawarkan diskon lebih besar dari ongkos atau harga jual dapat dihemat para pembeli besar sebagai hasil dari jumlah penjualan. Diskriminasi harga itu bertujuan untuk memaksimalkan atas benefits (keuntungan) pengusaha atau mematikan produsen lain yang potensial menyaingi kegiatan usahanya.
Di Amerika Serikat, misalnya Undang-undang Anti Monopoli telah ada pada tahun 1890 dengan lahirnya The Sherman Antitrust Act. Undang-undang ini melarang setiap bentuk praktek monopoli atas suatu produk atau pemasaran barang dan atau jasa yang menghambat perdagangan (barrier trade) dalam kegiatan bisnis dan melindungi usaha kecil yang lemah.
Isi penting dari larangan monopoli The Sherman Act antara lain memuat masalah monopoli sebagai berikut : Section 1 : ”Every contract, combination in the form of trust or otherwise, or conspiracy, in restraint of trade or commerce among the several states, or with foreign nations, is declared to be illegal …”. Section 2 : “Every person who shall monopolize, or attempt to monopolize, or combine or conspire with any other person or persons, to monopolize any part of the trade or commerce among the several states, or with foreign nations, shall be deemed guilty of a felony …”.
Larangan praktek monopoli dalam The Sherman Act ditekankan pada penguasaan produksi dan pemasaran atas barang/jasa satu pelaku atau kelompok pelaku usaha dengan unsur larangan monopoli ini, yakni ”possesion of monopoly power in relevant market; willfull acquisition or maintenance of that power”. Artinya, kekuasaan atas monopoli merupakan hal yang penting dalam pemasaran, karena keinginan pengambilalihan atau menjaga agar kekuasaan tersebut tetap ada agar tidak ada persaingan pihak lain.
Untuk memperoleh kekuatan pasar, maka pengusaha kuat melakukan tindakan dengan menciptakan hambatan dalam perdagangan, menaikkan harga dan membatasi produk barang/jasa guna mendorong terjadi inefisiensi sehingga tindakan demikian dalam persaingan usaha yang sehat perlu dilakukan delegalisasi. Tiada persaingan perusahaan dari lain merupakan keinginan atau tujuan utama pengusaha memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Keadaan ini menyebabkan konsumen dianggap sebagai “sapi perahan” dan bukan “raja” dalam kegiatan ekonomi. Artinya, hak konsumen untuk memperoleh harga wajar dan barang atau jasa yang baik diabaikan pengusaha yang ingin mengeruk keuntungan bisnis dalam waktu singkat. Tidak jarang pengusaha mempengaruhi tingkat penawaran meraih keuntungan berlipat ganda tanpa mempedulikan tingkat kemampuan ekonomi dari konsumen yang lemah untuk memperoleh barang/jasa. Sikap monopoli para pengusaha ini didasarkan pada akses kondisi dari competititve viability.
Di dalam perkembangan dunia usaha di Amerika Serikat selanjutnya, maka para pengusaha mempunyai berbagai cara untuk menghindarkan dikenakan The Sherman Act dalam kegiatan usaha untuk memonopoli pasar. Ulah pemilik usaha ini ternyata sangat merugikan kepentingan masyarakat. Kemudian The Clayton Act lahir tahun 1914 sebagai penyempurnaan The Sherman Act mengatasi usaha mengarah kepada praktek monopoli.
The Clayton Act memuat empat praktek illegal namun bukan dianggap melanggar hukum, yakni
(1) price discrimination atau larangan diskriminasi harga,
(2) tying and exclusive dealing contracts atau penjualan barang membuat pihak pembeli tidak dapat saling berhubungan dengan perusahaan yang lain,
(3) corporate mergers atau penggabungan perusahaan yang dapat menimbulkan monopoli, dan
(4) interlocking directorates atau menduduki jabatan dari dua perusahaan yang bersaing.
Praktek monopoli dalam kegiatan bisnis sebenarnya tidak dilarang selama posisi pasar yang bersifat monopolistik dalam suatu mekanisme pasar yang sehat diperoleh dan dipertahankan melalui kemampuan, prediksi atau kejelian bisnis yang tinggi serta tidak merugikan pihak-pihak lain sebagai sesama pelaku ekonomi.
Suatu perusahaan yang mampu melakukan inovasi dengan adanya penemuan baru, maka perusahaan tersebut mempunyai posisi dominan atau monopoli atas produk barang tersebut. Monopoli atas penemuan baru itu diperoleh suatu korporasi (perusahaan) berdasarkan pada ketentuan hukum yang mengatur tentang hak atas kekayaan intelektual (HKI).
Adanya “payung hukum” demikian, monopoli mempunyai “kekuatan hukum” asalkan dalam batas-batas tertentu yang tidak merugikan bagi kepentingan pihak lain dalam kegiatan bisnis. Demikian juga kalau terjadi suatu perusahaan yang tumbuh secara cepat dengan menawarkan kombinasi antara kualitas barang dan jasa dengan harga yang diinginkan oleh konsumen, pangsa pasarnya tumbuh dengan cepat, kemudian dapat dikatakan perusahaan tersebut telah meningkatkan kesejahteraan ekonomi, baik di pihak produsen maupun pihak konsumen. Tindakan monopoli dalam batas-batas tertentu ini masih dapat ditolerir dalam aturan hukum, terutama karena dianggap tidak merugikan kepentingan konsumen untuk memperoleh barang/jasa.
KESIMPULAN
Praktik monopoli yang dilarang oleh undang-undang anti monopoli adalah monopoli yang menyebabkan terjadinya penentuan pasar, pembagian pasar dan konsentrasi pasar. Sistem ekonomi pasar adalah cara terbaik guna menghindarkan praktek monopoli, karena dalam pasar itulah terjadi persaingan sehat di antara para pelaku usaha sehingga keluar sebagai “pemenang” adalah pihak yang benar-benar terbaik, paling kuat dan paling sehat (survival of the fittest). Pasar bebas dianggap paling mendekati keadaan atau sifat alam yang bebas dan sehat dalam persaingan usaha sehingga gangguan dalam bentuk campur tangan dari pemerintah menghambat seleksi alamiah yang sehat. Pada era globalisasi ekonomi, keberadaan perdagangan dan pasar bebas ini tidak dapat dihindarkan dalam persaingan usaha. Kesiapan pengusaha menyambut pasar bebas diperlukan agar produk pengusaha nasional tidak kalah bersaing merebut konsumen dari negara industri lain karena mengutamakan keunggulan kualitas produk barang/jasa yang dimiliki untuk bersaing dengan suasana pasar yang betul-betul sehat. Pasar bebas adalah suatu mekanisme dalam kegiatan ekonomi yang terinci dan terkoordinasi di bawah sadar manusia dan sektor usaha melalui sistem harga dan pasar. Mekanisme ini merupakan alat komunikasi untuk menghimpun pengetahuan dan tindakan jutaan orang yang berlainan kepentingan dan tersebar di mana-mana dalam memilih suatu produk barang dan atau jasa yang diinginkannya. Tidak ada seorang pun dengan sengaja dapat merancang pasar, namun pasar tetap dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan mekanisme yang ada.