Apa benar pola makan kita sudah sehat?
Kita mungkin sudah membaca semua buku tentang pola makan sehat, membeli semua multivitamin, bahkan mengerti bagaimana membaca label pada kemasan makanan. Secara standar, apa yang kita ketahui sudah merujuk pada pola konsumsi yang sehat.
Tapi tahu apa yang dikatakan para ahli nutrisi? Sebagian besar dari kita yang merasa sudah menjalankan gaya hidup sehat yang sempurna, ternyata masih jauh dari status sehat yang sesungguhnya. “Sebabnya, sebagian kita terperdaya oleh mispersepsi mengenai nutrisi dan pola makan sehat. Walhasil mitos-mitos ini yang membuat kita justru menjauhkan diri dari pilihan makan yang sehat,” papar pakar nutrisi dari New York University Samantha Heller, MS., RD.
Dan untuk mengembalikan kita pada track yang benar, Heller bersama dua rekannya dari American Dietetic Association, memberikan kita 7 kesalahan utama yang sering kita lakukan ketika mencoba menerapkan pola makan yang sehat adalah:
Kita mungkin sudah membaca semua buku tentang pola makan sehat, membeli semua multivitamin, bahkan mengerti bagaimana membaca label pada kemasan makanan. Secara standar, apa yang kita ketahui sudah merujuk pada pola konsumsi yang sehat.
Tapi tahu apa yang dikatakan para ahli nutrisi? Sebagian besar dari kita yang merasa sudah menjalankan gaya hidup sehat yang sempurna, ternyata masih jauh dari status sehat yang sesungguhnya. “Sebabnya, sebagian kita terperdaya oleh mispersepsi mengenai nutrisi dan pola makan sehat. Walhasil mitos-mitos ini yang membuat kita justru menjauhkan diri dari pilihan makan yang sehat,” papar pakar nutrisi dari New York University Samantha Heller, MS., RD.
Dan untuk mengembalikan kita pada track yang benar, Heller bersama dua rekannya dari American Dietetic Association, memberikan kita 7 kesalahan utama yang sering kita lakukan ketika mencoba menerapkan pola makan yang sehat adalah:
Kesalahan 1 : Selalu berasumsi bahwa pilihan makanan kita lebih baik dari orang lain.
Heller menyebutkan, asumsi itu biasanya muncul karena kita tertarik memilih makanan sehat berdasarkan nama makanannya. Misalnya, ‘Roti Gandum Sehat’ atau ‘Biskuit Tinggi Serat’. “Label-label ini memang akan membuat otak kita mempersepsikannya sebagai makanan sehat.”
Tapi sebenarnya ada hal lain yang harus kita temukan dalam kemasan makanan yang kita beli. Apabila makanan itu menjanjikan roti gandum, temukan juga kata ‘gandum utuh’ di dalamnya. Atau untuk kasus biskuit tinggi serat, pastikan juga angka kandungan gulanya tidak lebih tinggi dari jumlah serat yang ada.
Atau ketika kita membeli sup kaleng dan berpikir nutrisinya sama dengan sepiring penuh sayuran segar, lebih baik berpikir ulang. Karena sebenarnya sup kalengan tidak memberikan jumlah sayur yang sebanyak yang kita pikirkan. Plus selama proses pengalengan, banyak nutrisi makanan yang sudah hilang.
Belum lagi ketika berpikir jus buah lebih sehat dari pada menikmati buah secara utuh. “Jus buah memang lebih baik dari minuman bersoda. Tapi jangan lupa, jus buah juga memiliki kandungan gula yang tinggi. Ini tentu tidak sama dengan ketika kita menikmati buah secara langsung tanpa di jus,” papar Bonnie Taub-Dix, MA, RD., dari American Dietetic Association. Terlebih, sambung Taub-Dix, jika kita sedang menjalani program penurunan berat badan. Efek kenyang makan buah secara langsung tidak sama dengan menikmati jus buah pada gelas besar. “Kita justru mengonsumsi kalori lebih banyak dan tetap merasa lapar.”
Solusinya : Apapun kondisinya, usahakan menikmati makanan dengan proses pengolahan yang pendek. Meskipun porsinya kecil, kita akan tetap mendapatkan nutrisinya secara utuh. Namun apabila kita terpaksa membeli makanan kemasan, luangkan waktu untuk membaca label pada kemasan makan. “Jangan hanya berasumsi makanan itu sehat, meskipun mereka diletakkan di bagian makanan sehat pada supermarket,” tegas Heller.
Kesalahan 2 : Anti karbohidrat.
Karena karbohidrat disebut sebagai penyebab utama timbunan lemak dan terjadinya diabetes, maka banyak dari kita yang menjauhi karbohidrat. “Ada karbohidrat yang baik, sangat baik, tapi ada juga yang sangat tidak baik. Plus ingatlah, otak dan tubuh kita tetap butuh karbohidrat setiap hari untuk menjalankan fungsinya,” jelas Heller.
Pilihan tepatnya adalah karbohidrat komplek yang juga tinggi serat, contohnya adalah gandum utuh. Karbohidrat ini akan membuat kita kenyang lebih lama sehingga membuat kita tidak ingin makan terus menerus. Serat ini juga yang akan membantu mengikis timbunan lemak dari perut.
Tapi kesalahannya bukan hanya pada pemilihan karbohidrat. Menurut ahli diet Rachel Brandies, MS, RD., pilihan rendah lemak atau low fat juga masuk ke dalamnya. Karena kita akan merasa ketika label makanan menunjukkan low-carb dan low-fat, maka kita akan merasa aman untuk menikmatinya sebanyak yang kita mau. “Panduannya hanya satu, makanlah secukupnya maka bobot kita tidak akan kelebihan.”
Solusinya : Banyak ahli nutrisi menyarankan agar kita tidak membuang salah satu elemen nutrisi pada piramida makanan, termasuk karbohidrat dan lemak. Kita hanya perlu membuatnya seimbang, Heller menambahkan. Plus pilihlah sumber karbohidrat atau lemak yang sehat.
Buah dan sayur misalnya, ada juga yang mengandung karbohidrat. Tapi mereka masuk ke dalam karbohidrat sehat. Atau lemak yang ada pada kacang-kacangan dan ikan salmon, keduanya mengandung lemak sehat yang tak akan membuat perut buncit.
Heller menyebutkan, asumsi itu biasanya muncul karena kita tertarik memilih makanan sehat berdasarkan nama makanannya. Misalnya, ‘Roti Gandum Sehat’ atau ‘Biskuit Tinggi Serat’. “Label-label ini memang akan membuat otak kita mempersepsikannya sebagai makanan sehat.”
Tapi sebenarnya ada hal lain yang harus kita temukan dalam kemasan makanan yang kita beli. Apabila makanan itu menjanjikan roti gandum, temukan juga kata ‘gandum utuh’ di dalamnya. Atau untuk kasus biskuit tinggi serat, pastikan juga angka kandungan gulanya tidak lebih tinggi dari jumlah serat yang ada.
Atau ketika kita membeli sup kaleng dan berpikir nutrisinya sama dengan sepiring penuh sayuran segar, lebih baik berpikir ulang. Karena sebenarnya sup kalengan tidak memberikan jumlah sayur yang sebanyak yang kita pikirkan. Plus selama proses pengalengan, banyak nutrisi makanan yang sudah hilang.
Belum lagi ketika berpikir jus buah lebih sehat dari pada menikmati buah secara utuh. “Jus buah memang lebih baik dari minuman bersoda. Tapi jangan lupa, jus buah juga memiliki kandungan gula yang tinggi. Ini tentu tidak sama dengan ketika kita menikmati buah secara langsung tanpa di jus,” papar Bonnie Taub-Dix, MA, RD., dari American Dietetic Association. Terlebih, sambung Taub-Dix, jika kita sedang menjalani program penurunan berat badan. Efek kenyang makan buah secara langsung tidak sama dengan menikmati jus buah pada gelas besar. “Kita justru mengonsumsi kalori lebih banyak dan tetap merasa lapar.”
Solusinya : Apapun kondisinya, usahakan menikmati makanan dengan proses pengolahan yang pendek. Meskipun porsinya kecil, kita akan tetap mendapatkan nutrisinya secara utuh. Namun apabila kita terpaksa membeli makanan kemasan, luangkan waktu untuk membaca label pada kemasan makan. “Jangan hanya berasumsi makanan itu sehat, meskipun mereka diletakkan di bagian makanan sehat pada supermarket,” tegas Heller.
Kesalahan 2 : Anti karbohidrat.
Karena karbohidrat disebut sebagai penyebab utama timbunan lemak dan terjadinya diabetes, maka banyak dari kita yang menjauhi karbohidrat. “Ada karbohidrat yang baik, sangat baik, tapi ada juga yang sangat tidak baik. Plus ingatlah, otak dan tubuh kita tetap butuh karbohidrat setiap hari untuk menjalankan fungsinya,” jelas Heller.
Pilihan tepatnya adalah karbohidrat komplek yang juga tinggi serat, contohnya adalah gandum utuh. Karbohidrat ini akan membuat kita kenyang lebih lama sehingga membuat kita tidak ingin makan terus menerus. Serat ini juga yang akan membantu mengikis timbunan lemak dari perut.
Tapi kesalahannya bukan hanya pada pemilihan karbohidrat. Menurut ahli diet Rachel Brandies, MS, RD., pilihan rendah lemak atau low fat juga masuk ke dalamnya. Karena kita akan merasa ketika label makanan menunjukkan low-carb dan low-fat, maka kita akan merasa aman untuk menikmatinya sebanyak yang kita mau. “Panduannya hanya satu, makanlah secukupnya maka bobot kita tidak akan kelebihan.”
Solusinya : Banyak ahli nutrisi menyarankan agar kita tidak membuang salah satu elemen nutrisi pada piramida makanan, termasuk karbohidrat dan lemak. Kita hanya perlu membuatnya seimbang, Heller menambahkan. Plus pilihlah sumber karbohidrat atau lemak yang sehat.
Buah dan sayur misalnya, ada juga yang mengandung karbohidrat. Tapi mereka masuk ke dalam karbohidrat sehat. Atau lemak yang ada pada kacang-kacangan dan ikan salmon, keduanya mengandung lemak sehat yang tak akan membuat perut buncit.
Kesalahan 3 : Makan terlalu banyak.
“Banyak orang percaya, saat makan level puasnya harus sampai pada kondisi kenyang bukan cukup,” ucap Heller. Taub-Dix pun ikut menambahkan, “Kita juga percaya ketika makanan yang kita pilih adalah makanan sehat, maka tak salah untuk menumpuknya pada piring makanan karena semuanya rendah lemak atau rendah karbohidrat. Padahal, rumus makan seimbang tidak demikian.”
Solusi : Tetaplah ingat untuk mengonsumsi makanan dalam porsi yang ideal. Untuk tahap awal, jangan malu untuk menimbang makanan. Nantinya kita dapat memberikan visualisasi yang jelas terhadap porsi ideal kita. Ini akan jadi senjata aman ketika mengambil makanan di restoran atau pesta resepsi.
Kesalahan 4 : Jam makan tidak teratur.
Saat kita makan tidak teratur maka kadar gula darah akan naik dengan cepat. Insulin yang tinggi, jelas Heller, dapat memperlambat metabolisme sehingga tumpukan lemak semakin mudah terbentuk.
Solusi : Cobalah untuk makan setiap 4 jam, jangan biarkan diri kita sampai benar-benar kelaparan. Ketika kita kelaparan, hasrat untuk makan berlebih akan otomatis mengikuti.
“Banyak orang percaya, saat makan level puasnya harus sampai pada kondisi kenyang bukan cukup,” ucap Heller. Taub-Dix pun ikut menambahkan, “Kita juga percaya ketika makanan yang kita pilih adalah makanan sehat, maka tak salah untuk menumpuknya pada piring makanan karena semuanya rendah lemak atau rendah karbohidrat. Padahal, rumus makan seimbang tidak demikian.”
Solusi : Tetaplah ingat untuk mengonsumsi makanan dalam porsi yang ideal. Untuk tahap awal, jangan malu untuk menimbang makanan. Nantinya kita dapat memberikan visualisasi yang jelas terhadap porsi ideal kita. Ini akan jadi senjata aman ketika mengambil makanan di restoran atau pesta resepsi.
Kesalahan 4 : Jam makan tidak teratur.
Saat kita makan tidak teratur maka kadar gula darah akan naik dengan cepat. Insulin yang tinggi, jelas Heller, dapat memperlambat metabolisme sehingga tumpukan lemak semakin mudah terbentuk.
Solusi : Cobalah untuk makan setiap 4 jam, jangan biarkan diri kita sampai benar-benar kelaparan. Ketika kita kelaparan, hasrat untuk makan berlebih akan otomatis mengikuti.
Kesalahan 5 : Konsumsi terlalu banyak suplemen.
Menurut Brandies, kita sering kali lupa bahwa vitamin dalam bentuk pil dan kapsul adalah suplemen. Ini artinya, hanya bersifat melengkapi makanan kita sehari-hari. “Jadi tidak bisa hanya mengandalkan suplemen untuk menyempurnakan asupan nutrisi dalam tubuh.”
Apalagi ketika kita mengonsumsi suplemen vitamin terlalu berlebihan, phytochemical yang ada dalam vitamin dan mineral yang masuk ke dalam tubuh menjadi tidak stabil. Itu mengapa, jika ada yang menyarankan kita untuk mengonsumsi banyak suplemen vitamin untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, janganlah percaya!
“Karena pola makan sehat bukanlah tergantung pada seberapa banyak pil atau kapsul itu kita konsumsi,” Plus, tambah Brandies, mengonsumsi suplemen terlalu banyak akan menghilangkan efek sinergi dari seluruh makanan yang kita nikmati. “Suplemen ini tak akan berhasil menahan rasa lapar kita lebih lama dan menurunkan kemampuan sel-sel tubuh untuk memperbaiki diri.
Solusi : Satu hal yang pasti, konsultasikan niat kita untuk mengonsumsi suplemen pada dokter. Sebab sales yang menawarkan kita berbagai suplemen di apotek atau toko obat, bukanlah dokter yang mengerti bagaimana bahan-bahan aktif dalam suplemen itu bekerja.
Menurut Brandies, kita sering kali lupa bahwa vitamin dalam bentuk pil dan kapsul adalah suplemen. Ini artinya, hanya bersifat melengkapi makanan kita sehari-hari. “Jadi tidak bisa hanya mengandalkan suplemen untuk menyempurnakan asupan nutrisi dalam tubuh.”
Apalagi ketika kita mengonsumsi suplemen vitamin terlalu berlebihan, phytochemical yang ada dalam vitamin dan mineral yang masuk ke dalam tubuh menjadi tidak stabil. Itu mengapa, jika ada yang menyarankan kita untuk mengonsumsi banyak suplemen vitamin untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, janganlah percaya!
“Karena pola makan sehat bukanlah tergantung pada seberapa banyak pil atau kapsul itu kita konsumsi,” Plus, tambah Brandies, mengonsumsi suplemen terlalu banyak akan menghilangkan efek sinergi dari seluruh makanan yang kita nikmati. “Suplemen ini tak akan berhasil menahan rasa lapar kita lebih lama dan menurunkan kemampuan sel-sel tubuh untuk memperbaiki diri.
Solusi : Satu hal yang pasti, konsultasikan niat kita untuk mengonsumsi suplemen pada dokter. Sebab sales yang menawarkan kita berbagai suplemen di apotek atau toko obat, bukanlah dokter yang mengerti bagaimana bahan-bahan aktif dalam suplemen itu bekerja.
Kesalahan 6 : Melupakan olahraga.
Apa hubungannya menikmati makanan dengan olahraga? Taub-Dix menjawab, berhasil atau tidaknya tubuh mengolah setiap makanan yang masuk ke dalam sistem pencernaan kita akan sangat tergantung pada rutinitas olah fisik yang kita lakukan.
“Tak akan ada pil ajaib yang bisa menggantikan fungsi olahraga dalam mengoptimalkan metabolisme tubuh,” Taub-Dix menegaskan.
Solusi : Jadikan olahraga sebagai salah satu aktivitas rutin kita. Tanamkan dalam kepala, bahwa hari kita tak akan sempurna bila belum melakukan olahraga. Agar semakin bersemangat berolahraga, coba variasikan gerakan atau bereksperimen dengan olahraga baru. Tapi untuk langkah utama, pilihlah olahraga yang benar-benar kita suka.
Kesalahan 7 : Menelan bulat-bulan semua yang kita baca mengenai nutrisi dan penurunan berat badan.
Brandies mengingatkan, untuk selalu menemukan kredibilitas penulis buku-buku kesehatan yang kita temukan. Jika mereka membahas mengenai nutrisi atau program diet, pastikan penulisnya adalah seorang ahli nutrisi atau diet. “Jangan beli hanya karena penulisnya adalah selebriti terkenal atau wajah penulisnya yang menarik perhatian.”
Setelah itu, pastikan juga apa yang dituliskan berdasarkan hasil penelitian. Penelitian sederhana minimal melibatkan 20-200 orang responden dan dipublikasikan pada jurnal kedokteran atau kesehatan. “Serta ingat, setiap individu punya sistem kerja tubuhnya sendiri-sendiri. Karena itu, amati perubahan yang terjadi pada tubuh ketika kita melakukan metode diet baru. Jika ada yang mengganggu, sebaiknya hentikan metode tersebut,” Brandies mengingatkan.
Solusi : Pastikan penulis buku memiliki kredibilitas yang baik. Temukan data-data medis pendukung yang dimasukkan ke dalam buku yang mereka tulis. Pendapat berbagai ahli mengenai metode yang mereka tuliskan juga perlu untuk melihat bagaimana dunia kesehatan memandang metode tersebut.
Sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=6301505
No comments:
Post a Comment